Pages

Wednesday, 6 November 2013

Man Of Honor - William Soeryadjaya

Judul Buku                : Man of Honor
Penerbit                      : PT Gramedia Pustaka Utama
Penulis                        : Teguh Sri Prambudi dan Harmanto Edy Djatmiko
Jumlah Halaman       : 689 halaman
Isi Sinopsis                 :


            Tjia Kian Liong merupakan anak ketiga pasangan dari Tjia Tjoe Bie dan Tan Hei Lan  dari 7 orang bersaudara (Tjia Heng Hwa ,Tjia Kian Tie, Tjia Sioe Hwa, Tjia Tjoey Hwa, dan si bungsu Tjia Kian Joey). Lahir pada tanggal Desember 1922 dan tumbuh besar didaerah Majalengka bersama keluarganya. Pada saat itu ayah Liong, Tjou Bie memiliki bisnis mobil angkutan jurusan Cirebon-Bandung. Saat Liong berumur 12 tahun, ia ditinggal kedua orang tuanya pergi untuk selama-lamanya. Ia kemudian menjadi tulang punggung keluarga karena ia merupakan anak laki-laki tertua di keluarganya. Untuk dapat menghidupi keluarganya, Liong melakukan berbagai cara dengan berbisnis, seperti kertas, kain tenun, minyak kacang, beras, serta gula.
            Melihat Bandung memberi kesempatan yang lebih baik, Liong kemudian pindah ke Bandung. Di Bandung Liong bertemu Lily melalui organisasi Palang Merah Indonesia. Di organisasi ini Liong bertemu dengan Lily seorang wanita yang menjadi pacar adiknya yaiu Kian Tie yang nantinya akan menjadi istri Oom. Setelah mereka menikah, Liong berganti nama menjadi William Soeryadjaya karena adanya kebijakan pemerintah akibat Bandung Lautan Api.
Di Bandung inilah perjalanan bisnisnya yang sebenenarnya dimulai. Liong mulai membangun sebuah perusahaan yang diberi nama PT Sangabuana yang bergerak di impor muai dari kertas, besi, alas beton yang dipasok untuk kebutuhan departemen. Mitranya di perusahaan ini, mengkhianatinya dengan menyebarkan isu bahwa terdapat penyelewengan yang dilakukan oleh William. Mitranya tersebut juga melakukan persekongkolan dengan pihak pemerintah untuk menjebloskan William ke penjara. Karena merasa tidak bersalah, maka William melakukan pembelaan. Namun William pun tetap dijebloskan ke dalam penjara selama 1 bulan lebih satu minggu di LP Banceuy. Dalam penjara ini, William banyak merenung terutama setelah menemukan keberadaan Tuhan. Dia menjadi lebih percaya diri dan tenang dalam menghadapi kehidupan.
Setelah keluar dari penjara, William kembali untuk mencoba mencari peruntungannya dalam dunia bisnis. Kali ini dia dibantu oleh adiknya Kian Tie yang kembali dari Amsterdam setelah mendengar kakaknya yang tertimpa musibah. Mereka berdua memulai kembali bisnisnya dengan mencari perusahaan yang memiliki lisensi untuk melakukan ekspor dan impor. Kemudian setelah mereka mendapatkan perusahaan yang diinginkan, Kian Tie mengusulkan nama “ASTRA” yang berarti bintang yang bersinar. Pada mulanya perusahaan ini ditawari oleh PLN untuk membantu proyeknya dengan mengimpor generator. Namun proyek ini pun menuai kerugian bagi William karena mengalami kesulitan dalam kredit sehingg Astra mengalami kerugian yang cukup besar.
Akibat kerugian ini, Om William sempat terpuruk. Om William pun memulai bisnisnya dari awal lagi. Kondisi seperti itu membuat Om William menemukan bisnis baru yang sangat potensial yaitu truck karena pada saat itu pemerintah sedang menggalakkan pembangunan ekonomi sehingga dibutuhkan alat transportasi yang memadai. Astra pun ditunjuk untuk menjadi pengimpor truk Chevrolet. Truk tersebut diimpor dalam bentuk Semi Knock Down artinya sesampainya di negara importir, truk tersebut harus dirakit lagi sehingga tantangan selanjutnya dari Om William adalah mencari tempat perakitan. Akhirnya, Om William dapat melakukan perakitan di PT. Gaya Motor karena negosiasi yang kuat dan bantuan dari Mr. Kamio dari Jepang, yang merupakan mantan CEO di PT Gaya Motor. Proyek ini membuat Astra menjadi terkenal dikalangan pengusaha Jepang. Astra pun dipercaya untuk mengelola beberapa merk dari Jepang sehingga kesuksesan demi kesuksesan pun bermunculan. Pabrik yang didirikan oleh Astra setelah itu adalah:
TAHUN
PERUSAHAAN
JENIS USAHA
1969
PT Gaya Motor
Assembling plant Toyota
1971
PT Federal Motor
Assembling plant Honda
1971
PT Toyota Astra Motor
Dealer Toyota
1972
PT Djaya Pirusa
Minyak pelumas / Alat kantor
1972
PT United Tractors
Alat berat
1974
PT Multi Astra
Assembling plant
1975
PT Rama Surya Internasional
Alat teknik
1976
PT Astra Motor Sales
Dealer Toyota
1976
PT Astra Graphia
Distributor Fuji-Xerox

            Terlepas dari status sosialnya sebagai pemilik Astra International, Om dikenal sebagai pribadi yang amat sangat dermawan. Beliau tidak dapat melihat seseorang kesusahan atau memelas karena melihat hal itu, beliau teringat akan masa kecilnya yang serba sulit. Om ingin melihat semua orang bahagia. Hal nyata yang sering dilakukannya adalah membagi-bagi uang baik kepada karyawannya sendiri, petugas kebersihan hote tempatnya menginap, pengemis dipinggir jalan, anak – anak dipanti asuhan dan hampir semua orang yang ia jumpai juga kepada tamu – tamu terhormatnya.
Para karyawan selalu merasakan kehangatan pribadi Om William. Beliau sangat memperhatikan karyawannya, mulai dari hal yang kecil misalnya memberi makanan kepada karyawannya yang sedang lembur, makan siang bersama karyawannya, bahkan memberi uang saku kepada karyawan yang pulang malam. Dengan sikap rendah hatinya William mengajarkan pada karyawannya nilai – nilai yang ingin ditanamkannya di Astra. Nilai – nilai yang ingin ia tanamkan selalu diwujudkannya dari sikapnya sehari – hari sehingga karyawan dapat melihatnya secara langsung. Suasana kekerabatan dan kekeluargaan selalu berusaha dijalin oleh Om William baik diacara yang sengaja diadakan seperi POR maupun dikehidupan sehari – hari. Meskipun Astra merupakan perusahaan swasta, Om William aktif menanamkan cinta tanah air kepada karyawannya dengan sering melakukan upacara pada hari – hari besar kenegaraan. Nilai – nilai inilah yang ingin diterapkan oleh Om William di Astra.
Awal tahun 1982, Astra mulai melakukan perumusan terhadap nilai – nilai Astra atas usul Gery Kasih. Menurut Gerry yang baru kembali dari University of Southern California (USC), sosok William harus diganti dengan sesuatu yang lebih eternal yaitu, corporate philosophy. Hal ini dimaksudkan agar saat Om William sudah tiada, nilai – nilai yang ia ajarkan tetap menjadi jiwa dari perusahaan (living values).
Sejak Januari 1982 hingga Desember 1982 dan setelah melewati berbagai pertemuan oleh para petinggi Astra, tepat di hari ulang tahun Oom yang ke-60, corporate philosophy disetujui yang isinya sebagai berikut :
1.      Bermanfaat bagi Bangsa dan Negara (to be an asset to the nation)
2.      Pelayanan terbaik bagi pelangga(best service to customer)
3.      Saling menghargai dan membina kerjasama (respect for the individual and development of teamwork)
4.      Berusaha mencapai yang terbaik (strive for excellence)
            Kelak, melalui proses-proses selanjutnya,orang mengenal ke-4 falsafah itu sebagai Catur Dharma. Nilai-nilai yang diharapkan akan selalu diaktualisasikan oleh seluruh keluarga besar Astra. Untuk mewujudkannya, selain melalui pembentukan Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA) dan Astra Mitra Ventura (AMV), setiap gerak bisnis Astra pun harus mencerminkan dharma tersebut. Dalam memilih binis yang akan diterjuninya, misalnya, Astra tidak boleh masuk ke dalam bisnis yang berpotensi merusak moral masyarakat seperti perjudian, kasino, dan sejenisnya. Astra juga tidak terjun ke bisnis yang berpotensi menggiringnya terlibat dalam konflik politik seperti bisnis media massa.
            Om menginginkan Astra menjadi go public sehingga Astra akan menjadi entitas bisnis yang keberadaannya selalu menjadi concern semua pemangku kepentingan: pemegang saham, karyawan, pelanggan, negara, masyarakat, dan para pejuang lingkungan hidup. “Tapi saya mau kalau Astra go public, mesti yang real, bukan main-main. Yang dimaksud William sebagai real public company bukan semata menjual saham ke publik, tapi perusahaan yang dikelola profesional, transparan, dan melindungi kepentingan pemegang saham, baik mayoritas maupun minoritas. Bukan sekadar go public untuk meraup dana masyarakat belaka. Go public, bagi Astra, adalah masalah yang sangat serius dan krusial.  Intinya, ketika go public, yang dipertaruhkan suatu perusahaan adalah kepercayaan. Dalam bisnis, tidak ada satu modal yang lebih berharga dibanding kepercayaan. Dibutuhkan waktu puluhan tahun untuk membangun kepercayaan, tapi bisa dalam hitungan menit untuk menghancurkannya.
Jakarta, Senin, 25 Februari 1980. Terdapat pertemuan di Hotel Indonesia Sheraton yang dihadiri oleh Pengusaha–pengusaha dari Perusahaan Swasta. Acara ini dihadiri oleh banyak pengusaha hebat dan pengusaha terkaya di Indonesia salah satunya Oom William. Diantara pengusaha hebat itu terdapat Prajogo Pangestu seorang pendatang baru di dunia bisnis. Tak hanya Prajogo tetapi terdapat pula Sofjan Wanandi yang berpendapat mengenai William yang memiliki rasa solidaritas dan jiwa sosial yang sulit ditandingi yaitu mengenai pemberian gratisnya sebidang tanah untuk dibangun Kampus Prasetiya Mulya.
            Tanggal 20 Februari 1992, adalah hari istimewa bagi keluarga besar Astra, di usianya yang ke-35 tahun ini menjadi mulai proses berakhirnya hubungan antara William dengan Astra karena tersangkut masalah Bank Summa. Pasca lepasnya Astra dari tangan Oom William, keadaan perekonomian keluarga berubah secara drastis. Permasalahan yang dihadapi juga belum berakhir karena terdapat dana–dana dan hutang yang belum terlunasi akibat permasalahan Bank Summa. Hal ini membuat William untuk memulai bisnis lagi dari nol karena bisnis Astra yang digelutinya dari nol itu telah sirna. Apalagi Om juga harus menyelesaikan utang – utangnya.
            Menginjak usia yang semakin tak bersahabat ini membuat performa bisnis Oom William semakin berkurang. Namun hal itu tak menyurutkan bisnis barunya dan semangat karyawannya yang semakin mengebu–gebu. Kondisi kesehatan William semakin lama semakin menurun seiring berjalannya waktu ditambah lagi terjatuhnya William saat di Bandara Changi yang membuat William menjadi tak bisa berjalan dan terpaksa harus menggunakan kursi roda. Keadaan ini membuat William menjadi terbatas dalam bekerja dan keinginannya untuk tetap sibuk di bisnisnya semakin berkurang. Namun karyawan William selalu berusaha dan membantu William untuk tetap ada kesibukan dalam keadaannya seperti ini, jika William hanya berdiam diri itu membuat kesehatannya semakin menurun.
            Pada tanggal 21 April 2010 tanda-tanda kehidupan dari William telah tiada, William tutup usia menjelang usia 88 tahun. Banyak rekan bisnis, dan berbagai pihak yang mengenal William sangat merasa kehilangan sesosok orang yang mampu mengimplementasikan visi jauh kedepan dan menyeimbangkan kehidupan sosial dan religius sehingga menjadi teladan dan kebanggaan negeri ini. William pernah kehilangan harta yang luar biasa besarnya. Namun dia tak pernak kehilangan rasa sayangnya. Kepekaan serta empatinya tidak pernah luntur dalam segala cuaca. Itulah yang membuat nya menjadi orang yang dihormati


Membaca buku membuat kita akan merasakan dan melihat sebuah perjalanan hidup orang yang tulus hatinya. merasakan semangat hidupnya, kebaikannya, ketegasannya dalam memimpin, dan kecintaannya terhadap negara. Beliau selalu memajukan bisnisnya demi perkembangan negaranya. Beliau tidak pernah memikirkan keuntungan bisnisnya hanya untuk dirinya sendiri.

Sebagai seorang yang masih muda, saya menjadi tertegun dan berpikir, "Adakah saya sudah berguna bagi bangsa ini?"


No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter