Pages

Wednesday, 29 October 2014

Dream And Reality



“Saat kelas 3 SMA dimulai, tahun terakhir dari pendidikan formal, semua orang dewasa menanyakan apa yang menjadi mimpimu. Dan aku menjawab: tidak tahu”

Kira – kira begitulah, prolog dari sebuah anime yang saat ini sedang aku tonton. Bakuman judulnya. Ditulis oleh Tsugumi Ohba dan ilustrasi dibuat oleh Takeshi Obata.
Cerita ya sedikit soal Bakuman.
Bakuman adalah anime yang menceritakan tentang mashiro moritaka. Seorang siswa biasa, yang dulu waktu kecil memiliki cita – cita untuk menjadi mangaka karena pamannya adalah seorang mangaka juga. Dia selalu menemani pamannya membuat manga, ikut membuat manga dan berlatih menggambar dengan semangat yang membara. Namun tiga tahun yang lalu pamannya meninggal. Sebab dari kematian pamannya tidak pernah diberitahukan kepadanya. Namun Ia mengambil kesimpulan bahwa pamannya bunuh diri karena manga karyanya tidak laku di pasaran. Sejak itu, Moritaka pun lebih memilih menjadi siswa biasa dan menempuh pendidikan lanjutan seperti biasa kemudian menjadi karyawan biasa.

Namun, suatu hari, Takagi Akito, teman sekelas dari Moritaka sekaligus siswa dengan nilai terbaik, menyadari bakat menggambar Mashiro. Takagi mengajak Moritaka untuk menjadi seorang mangaka sementara dia sendiri bertekat untuk menjadi seorang penulis. Namun Moritaka sempat menolak karena trauma akan kejadian pamannya. Takagi pun mengetahui kelemahan Moritaka, yaitu bahwa ia menyukai Azuki, seorang cewek cantik dikelasnya dan tampaknya Azuki pun menyukai Moritaka. Di lain sisi, Azuki bercita – cita menjadi seorang seiyuu, pengisi suara dalam anime. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Takagi.

Mereka memutuskan untuk mendatangi rumah Azuki. Di depan Azuki, Moritaka berjanji akan menjadi seorang mangaka yang terkenal diseluruh penjuru dunia. Azuki mengajukan satu syarat bahwa sebelum Azuki menjadi seiyuu terkenal dan Moritaka menjadi mangaka yang terkenal, mereka tidak akan berbicara satu sama lain. Akhirnya, Moritaka bertekat untuk menjadi mangaka terkenal dan perjalanannya pun dimulai dari sini.

Prolog anime ini bikin sedikit terenyuh. Moritka menyadari passion sejak masih SMA. Sementara aku saat ini..aku pun belum meyadari kemana harus melangkah selanjutnya.
Yang jelas, menjadi seorang pekerja bukanlah tujuan hidupku. Apapun yang aku lakukan aku ingin bebas.
Saat – saat berada di gunung merupakan saat yang paling menyenangkan. Tujuan ada didepan mata, yaitu puncak. Namun seberapa lama kita mencapai tujuan itu, semua tergantung diri sendiri, tergantung kemampuan, tergantung tekat dan niat. Waktu adalah milikku. Aku bisa memanfaatkannya dengan baik atau membuangnya dengan sia – sia. Tidak terpengaruh oleh target – target orang.


Dan nasehat dari om walt Disney diataslah yang membuat aku semakin sadar.

Pernah suatu kali, aku berkata kepada ibu dan bapakku bahwa aku ingin berjualan saja. Mereka menanggapi, bahwa membuka usaha tanpa ada cadangan pekerjaan adalah sesuatu yang gegabah. Hah? Bagaimana jika aku berkata bahwa sebenarnya aku tertarik menjadi seorang novelis?
Ya ada benarnya tanggapan kedua orang tuaku itu. Tapi..kalau tidak focus pun maka hasilnya tidak akan maksimal bukan?
Melihat teman – temanku satu angkatan, beberapa dari mereka mengambil jalan yang berbeda. Menurutku mereka orang – orang yang hebat saat kuliah dulu. Selain cerdas juga berani. Ada membuka usaha ayam bakar, menjadi motivator. Tentu sama seperti aku, pasti kedua orang tua mereka menanyakan mengapa tidak menjadi perkerja saja, mendapat gaji setiap bulan, hidup berkecukupan dan mengejar karir. Namun jawaban mereka pasti tanpa menjadi seorang pekerja pun, saya bisa memiliki uang yang lebih besar. Mereka sudah menemukan passion mereka.
Ingat: Passion is not what are you good at but what are you enjoy the most

Memang, sudah cukup untuk selalu ragu. Sekarang saatnya menjalani apa yang aku yakini.

No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter