Pages

Sunday, 23 November 2014

Fisio terapi di Carolus



Berawal dari sakit pinggang yang kadang sering aku rasakan, sebenarnya juga berawal dari malasnya masuk kerja di hari senin, akhirnya aku memutuskan untuk berobat ke rumah sakit St. Carolus di awal minggu di awal bulan November 2014.
Menurut hasil surveyku dengan berselancar di mbah google, sakit pinggang itu bisa merupakan sebuah efek dari penyakit lain, ginjal misalnya. Bagaimana gak ngeri melihat fakta itu, sementara dokter spesialis kebanyakan menulis untuk segera memeriksakannya ke dokter. Ya, akhirnya aku ke dokter hari Senin itu. Dokter itu praktek di Rumah Sakit St. Carolus, tidak ada alasan khusus ke dokter itu, hanya saran ibu.
Perlu diperhatikan kata rumah sakit itu, dengan catatan bahwa aku anti sekali dengan rumah sakit. Rumah sakit identik dengan penyakit, tua, kritis, UGD, dan kematian. Kemudian bau obatnya yang menyeruak dimana – mana, sangat bikin pusing kepala. Tapi apa boleh buat. Berbekal tanya sana – tanya sini, berhubung aku sama sekali belum pernah berhubungan dengan yang namanya rumah sakit, akhirnya aku bisa bertemu dokternya. Antre dulu tentu, tidak ada yang muda sepertiku, rata – rata sudah berumur dan bahkan ada yang sulit berjalan.
Ketika melihatku dokter itu pun agak terkejut, memeriksaku sebentar dan selebihnya kami hanya bercerita tentang kesukaanku naik gunung yang mungkin menjadi penyebab sakit pinggang itu. Aku disuruh menjalani fisioterapi dan cuti dulu dari kegiatan gunung menggunung itu. Cukup fair.
Hari itu juga aku menjalani fisioterapi. Ketahuan sekali aku pemula disektor perpasienan di rumah sakit. Gagap bertanya karena tidak tahu apa yang ditanyakan, belum punya kartu berobat dan lainnya. Hadehh..
Klinik fisioterapi berada persis di depan UGD. Bentuknya memanjang, terdapat banyak bilik, ruang tunggu yg tidak begitu besar dan kasir sekaligus resepsionis. Ada pula alat terapi dibagian dalam. Ada lantai dua juga namun tak tahu aku apa yang ada di sana.
Kesan pertama ketika tiba di sana, tenang, damai dan ramah. Semua sungguh baik, terapisnya, kasirnya. Semua seperti berkeluarga. Mereka sangat terlihat senang menjalani pekerjaan mereka, penuh cinta dan tulus. Aku tersentak sebentar. Sedih ketika berkaca ke diri sendiri. Senangnya jika bekerja itu senang. Sungguh, mereka terlihat sangat ikhlas.
Ada seorang pria, yang sampai sekarang aku belum tahu namanya, ia begitu tulus melayani orang – orang tua yang berobat, menggandeng tangannya dengan penuh kasih seperti menggandeng ibunya sendiri. Mungkin ia masih muda. Pernah beberapa kali pemuda itu melayani aku, kami berbincang sebentar. Baru bekerja setahun lebih sedikit di sana, tapi tidak ada tanda kejenuhan diwajahnya. Berbeda dengan diriku sendiri. Ah…aku mulai mencari – cari arti kata “bekerja”  itu sendiri, buat ku.
Untuk apa aku bekerja.
Gaji, jabatan, segalanya? Bukan.. aku tidak ingin menjadikannya segalanya.
Balik sebentar ke masalah fisioterapi. Terapi pertama yang kujalani adalah dengan alat pemanas. Bagian – bagian yang sakit dipanasi alatnya namanya aku lupa. Tapi kata terapisnya, panas itu hanyalah efek dari gelombang yang dikeluarkan oleh alat. Selanjutnya adalah alat tens. Serupa digetar namun tidak digetar, lebih terasa seperti dipijat, untuk menutup titik – titik yang sakit, itu kata pemuda baik tadi. Setelah tiga kali terapi, ditambah dengan pemancaran ultrasonic, sebelumnya bagian yang sakit dikasih gel. (Oh iya, aku sempat kaget ketika terapis berkata bahwa dokter itu menyerankan 10 kali terapi padahal pikirku terapi hanya dilakukan dua atau tiga kali..ya ampuunnnn)
Pengalaman lucu dan mengesankan. Lain kali akan aku cari tahu tentang alat – alat fisioterapi itu. Klinik ini, selain memberikanku pengobatan jasmani, juga rohani. Aku menemukannya, kerjarlah mimpi itu. Jangan menyerah. Pasti J . Terima kasih mas yang belum diketahui namanya J

No comments:

Post a Comment

Subscribe to our newsletter