Pages

Monday, 20 January 2014

Virni


Waktu itu adalah kali pertama aku benar – benar terjun dalam sebuah kegiatan sosial. Bukan kali pertama sekali memang. Namun hari itu, aku benar benar datang ke perkampungan yang kumuh dan terlibat dalam kegiatan masyarakatnya. Aku datang ke kampung Ciliwung, sanggar ciliwung yang berlokasi di daerah kampung melayu Jakarta. Waktu itu tanggal 15 desember 2013 , ada kegiatan bazar di bantaran kali Ciliwung tersebut. Ramai. Dan aku tak menyangka bahwa orang – orang daerah Ciliwung sangat bersahabat dan baik.
            Kesan pertama yang aku dapatkan ketika masuk kedalam perkampungan, sangat menyedihkan dan sedikit seram. Jalan masuk kampung berupa gang kecil, sama seperti gang rumahku memang, namun gang ini begitu padat dengan rumah – rumah ada yang hanya dari papan ada pula yang dibangun dengan semen dan bbatu bata. Dikiri kanan jalan aku melihat beberapa orang tua dengan pandangan nanar. Entahlah apa yang mereka pikirkan. Aku mencoba tersenyum kepada seorang nenek yang sedang duduk dipinggir jalan ternyata beliau pun membalas senyumku. Masih tidak percaya dengan pandangan itu, akupun mencoba tersenyum kepada salah seorang bapak. Beliau pun membals lagi senyumanku dengan senyuman yang tulus. Setelah itu, kesan berikutnya yang muncul “Wooww” . Ternyata semua orang disini pun ramah dan baik hati.
            Ketika sudah sampai di tengah gang sempit tersebut, aku melihat ada panggung kesenian. Diatas panggung itu, tampillah anak – anak muda yang penampilannya seperti preman (menurutku). Tak berani aku memandangi mereka. Namun entah kenapa, aku mulai merasa seperti kembali ke rumah. Sesampainya disanggar Ciliwung, aku bertemu dengan Ariel dan Ivana. Mereka adalah pengurus sanggar. Saat itu banyak anak – anak yang sedang bermain cat. Ariel mengatakan bahwa mereka sendang membuat taidai. Yang aku tangkap taidai adalah cara untuk mewarnai pakaian. Pewarna yang digunakan berupa pewarna alami diantaranya dari bunga rosella, daun suji dan kunyit.
            Pada momen inilah aku bertemu dengan Virni. Anak cewek yang cantik. Aku berusaha mengajaknya untuk membuat baju dengan teknik taidai ini. Dia lucu, cantik, dan sedikit hiperaktif.
“Vir..ajari aku membuat baju itu dong.” Kataku sambil menunjukkan sejumput kain bekas.
“Ayuk,  kak.” Ajaknya dengan senang hati sambil menunjukkan kepadaku senyumnya yang manis.
“Sini kak. Ni..pertama diikat – ikat.” Dia memperagakannya sambil menjelaskan apa yang sedang dia lakukan. Aku mengikutinya. Itulah anak kecil. Dia tidak peduli apakah yang diajarnya sudah tau atau belum. Tetapi dia menjelaskan yang dia bisa dengan tulus dan ikhlas.
“Terus di kasih warna kak,”
“Oke oke. Mau warna apa?”
“Biru..biru,” aku membantunya untuk mengambilkan warna biru.
“Lho..kok semuanya dikasih warna biru?” tanyaku ketika melihatnya menyemprotkan warna biru keseluruh bagian kain.
“Iya ka bagusan satu warnaa.” Katanya sambil asyik menyemprotkan warna lagi
“Hmm…..” jawab ku bergumam.
“Tuhkan bagusss. Hehehe,” katanya seraya menunjukkan hasilnya padaku.
“ Iya baguusss.” Kataku lagi seraya tersenyum.
Perlu diketahui bahwa teknik taidai adalah teknik yang digunakan untuk membentuk pola – pola pada baju (dalam hal ini kami menggunakan kaos putih) dengan mengikat bagian – bagian tertentu pada kaos terjebut dan semprotkan oleh warna yang diinginkan. Teknik ini dapat menghasilkan warna – wana yang bagus jika kita mengombinasikan antara warna dengan pola dengan tepat.
Sehari itu aku bercengkrama dengan anak – anak di sanggar ciliwung. Aku sangat tertarik dengan Virni. Dia begitu ceria dan aktif. Dia mengjakku main main. Darinya, aku belajar arti sebuah keserhanaan dan kepolosan. Rumahnya yang berada di pinggiran kali ciliwung tidak membuatnya bersedih melainkan tetap gembira. Itulah tanda syukur yang sangat nyata dalam kehidupan ini. Senyumnya yang tulus seakan tidak mempedulikan beratnya hidup.

Ah..nyamannya berada didekatnya. Kamu pasti punya masa depan yang indah. Lebih  indah dari delta kali Ciliwung tempat mu bertumbuh dan berkembang kini.

Subscribe to our newsletter